Karena sudah lam tidak bersilaturahmi, si Udin merasa kangen juga dengan kiainya, dahulu kerika di pesantren. Suatu hari, si Udin pergi ke rumah kiyainya itu untuk mengobati rasa kangennya. Ia hanya membawa oleh-oleh setengah kantong ketela pohon. Maklum karena ia bertempat tinggal di daerah pegungungan.
Sesampainya di rumah pa kiyai, si Udin lansung mengetuk pintu. “Tok....Tok...Tok... Assalamu’alaikum, Assalamu’alaikum,” “Wa’alaikumsalam, oh si Udin, mari silahkan masuk,” Sambut pa Kiya.” Dengan siapa din?” Sendirian pa kiai,” jawab Udin.” Ini hanay oleh-oleh ketela pohon untuk bapa,” jawab Udin.” Ya, terima ksaih Din. Tolong bawakan masuk ke dalam, dan sebagai imbalannya silahkan bawa apa yang ada di belakang rumah,” perintah pa kiai. Si Udin akhirnya membawa masuk ketela pohon tersebut dan kemudain pergi ke belakang rumah mencari yang tadi di katakana pa kiai.
Setelah di cari-cari, ternyata yang ada hanya seekor kambing yang cukup besar dan gemuk. Sesuai pesan pa kiai, maka kambing itu ia bawa kemudian ia bertanya kepada pa kiai, “Pa Kiai, dibelakang rumah hanya menemukan seekor kambing ini saja.” “Ya, kalau begitu berarti kambing itu untukmu,” jawab Pa Kiai. “Untuk saya pa kiai?” jawab Udin sambil terheran. “Ya, untukmu. Bawalah, semoga nanti berkembang biak,” jawab pa kiai lagi sambil mendoakan. “Kalau begitu terima kasih Pak, dan saya minta pamit. Assalamu’alaikum,” pamit Udin sambil kegirangan. “Wa’alaikum salam,” jawab pa kiai.
Dalam perjalanan pulang Si Udin bertemu denagn temannya ketika bersantiri di pesatren yaitu Mamat. “Assalamu’alaikum,” sapa si udin. “Wa’alaikum salam,” sapa si mamat. Lho, dari mana din kok bawa kambing?” Tanya si mamat. “ini, barusan saya dari rumah pa kiai,” jawab si Udin. Kamu beli kambing pa kiai?” Tanya si mamat lagi. “Ngak,” jawab Si Udin. “lalu?” Tanya mamat lagi. “Begini, tadi saya kan datang kerumah pa kiai denagn membawa ketela pohon. Eee...tidak tahunya saya di kasih kambing ini,” jelas si udin. “OH begitu!” timpal si mamat sambil terbengong-bengong. Oh,ya ,mat saya permisi dulu ya, buru-buru nih karena sudh di tunggu anak-anak TPA. “Assalamu’alaikum,” pamit Udin. “Wa’alaikum salam,” jawab si Mamat.
Setelah melihat kejadian yang terjadi pada diri si Udin, diam-diam si Mamat kepingin juga seperti si Udin. Ia punya rencana akan datang ke rumah pa kiai dengan membawa seekor kambing yang besar dan gemuk dengan keyakinan nanti Pa Kiai akan menggantinya dengan seekor sapi yang besar, karena si Udin membawa ketela pohon dikasih seekor kambing yang besar dan gemuk. Betul, esoknya si Mamat denagn menuntun seekor kambing, datang ke ruamh pa kiai.
Setelah berbincang-bincang sebentar, Mamat pun disuruh untuk mengambil sesuatu yang ada di belakang rumah. Agak lama si Mamat mencari, dan tidak astu pun yang ia temukan selain beerapa ketela pohon dari si Udin kemarin. Dibawanya ketela pohon itu ke pa kiai seraya berkata,” Pa, hanya ketela ini yang ada di belakang .” Iya, itu ketela untukmu.” “Tapi, pak kiai kan punya seekor sapi jantan?” “Sapi itu kemarin saya jual untuk membeli genting musola,” si mamat pun lemas.
Dengan kisah pejalanan si Udin dan si Mamat, akhirnya si mamat hanya memperoleh penyesalan saja. Karena ia tidak mendapatkan yang sesuai denagn harapannya yakni seekor sapi. Dengan memberikan seekor kambing yang besar tersebut, yang ia peroleh hanya ketela pohon dari si Udin tadi. Kasihan deh si mamat!!!!a
No comments:
Post a Comment