Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Thursday, 12 August 2010

Legenda “Situ Lengkong” dan “Kerajaan” Panjalu

Ciamis merupakan salah satu kota kabupaten di Propinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur Kota Priangan, julukan lain Jawa Barat. Di bagian utara kota Ciamis terdapat salah satu kota kecil (kota kecamatan), yaitu Panjalu. Kota Panjalu terletak sekitar 100 km dari kota Bandung (ibu kota Propinsi Jawa Barat), sekitar 75 km dari kota Cirebon, dan sekitar 30 km dari arah kota Ciamis.
Kota kecil ini, ternyata memiliki satu legenda kehidupan masa lalu yang cukup menarik. Di kawasan Panjalu terdapat sebuah danau buatan yang sangat indah, yaitu ‘Situ Lengkong’. Seiring berkembangnya pembangunan sektor pariwisata dan budaya, Pemerintah Daerah Propinsi Jawa Barat menetapkan Panjalu sebagai Kota Wisata Budaya Ziarah.

Hai dulur Urang sarerea bisi anu butuh MICROSOFT OFFICE 2010 untuk siswa dan buat komputer rumah bisa di tingali dina link ieu di handap..

Sebagai tempat pariwisata, ‘Situ Lengkong’ Panjalu memiliki pesona alam yang sangat menarik. Bentuk danaunya melingkar dengan air yang jernih serta di tengah-tengah danau tersebut terdapat daratan atau disebut dengan ‘nusa’. Daratan di sekelilingnya dipenuhi dengan berbagai jenis tumbuhan (kayu) dan hidup beberapa jenis margasatwa. Dijadikan sebagai tempat wisata budaya dan ziarah, karena di sekitar ‘Situ Lengkong’ Panjalu terdapat bangunan kecil tempat menyimpan benda-benda pusaka peninggalan ‘Kerajaan Panjalu’, yang diberi nama ‘Museum Bumi Alit’. Sejak ‘Kerajaan Panjalu’ itulah Agama Islam mulai menyebar luas. Salah satu kebudayaan yang sampai sekarang masih tetap dilakukan secara turun-temurun, yaitu upacara adat sakral ‘Nyangku’. Pelaksanaan upacara adat ‘Nyangku’ dilakukan oleh sesepuh Panjalu, para tokoh, penjaga makam (kuncen), dan unsur pemerintahan, yang dikordinir oleh Yayasan Boros Ngora dan Pemerintahan Desa Panjalu.

Terjadinya Situ Lengkong Panjalu, tidak terlepas dari sejarah Kerajaan Panjalu. Konon sekitar abad VII salah satu leluhur Panjalu bernama ‘Prabu Sanghyang Boros Ngora’ (Haji Dul Iman bin Umar bin Muhamad) berkelana dengan maksud mencari ilmu pengetahuan, sehingga sampailah di sebuah tempat yang di sekitarnya terdiri dari bebatuan dan pasir. Rupanya tanah yang diinjaknya itu adalah tanah suci Mekkah. Di sanalah ia beroleh ilmu sejati (Islam) yaitu ilmu yang membawa pada keselamatan dunia dan akhirat. Prabu Sanghyang Boros Ngora menguasai ilmu tersebut dengan sempurna. Setelah itu, ia pulang dengan membawa oleh-oleh dari seorang sahabat Nabi Muhammad SAW sekaligus sebagai gurunya, yakni Baginda Ali, r.a. Oleh-oleh dari sahabat Nabi tersebut tiada lain adalah pakaian kehajian, dan air zam-zam. Air zam-zam dibawanya dalam sebuah gayung yang permukaannya bolong-bolong, pemberian ayahnya Prabu Sanghyang Cakra Dewa. Dengan izin Yang Maha Kuasa ia dapat membawa air zam-zam itu pulang ke tempat asalnya, Panjalu. Setibanya di Panjalu, air zam-zam itu ditumpahkannya di sebuah tempat yaitu Pasir Jambu, yang hingga kini menjadi sebuah danau yang indah yakni ‘Situ Lengkong’. Di tengah-tengah danau terdapat daratan yang dinamai ‘Nusa Gede’. Sampai saat ini, maka diyakinilah bahwa danau buatan ‘Situ Lengkong’ Panjalu terjadi karena tumpahan air zam-zam yang dibawa oleh leluhur Panjalu pada saat itu, yakni ‘Sanghyang Prabu Boros Ngora’.

Catatan sejarah Yayasan Boros Ngora, mengungkapkan bahwa Kerajaan Panjalu (jaman dahulu) terbentuk dari gabungan 2 kerajaan, yakni kerajaan Gunung Bitung (Soko Galuhnya) dan kerajaan Karantenan Gunung Syawal. Tersebutlah ‘Sanghyang Tunggal Ratu Galuh Nyakra Wati Ing Tanah Jawa’ yang memimpin kerajaan Gunung Bitung, dan mewariskan kepemimpinannya kepada ‘Batara Babar Sajagat’ dan ‘Prabu Sanghyang Cipta Permana Dewa’. Keturunan ‘Prabu Sanghyang Cipta Permana Dewa’, yaitu; 

1) Sanghyang Bleg Tambleg Raja Gulingan,
2) Sanghyang Pamunggang Sangrumanghyang, dan
3) Sanghyang Ratu Permana Dewi, ketiganya merupakan anak kembar.
Sanghyang Bleg Tambleg Raja Gulingan, menguasai ilmu keduniawian yang akhirnya pergi ke Kuningan, dan Sanghyang Pamunggang Sangrumanghyang, menguasai ilmu kedugalan yang akhirnya pergi ke Talaga, sedangkan Sanghyang Ratu Permana Dewi memiliki sifat yang berbeda dengan kedua kakaknya, ia menguasai ilmu kerahayuan dan kedamaian.

Sanghyang Ratu Permana Dewi, berdiam di Panjalu lalu menikah dengan keturunan kerajaan Karantenan Gunung Syawal yakni ‘Rangga Gumilang’, putra dari Raja Marangga Sakti sebagai buyut dari ‘Prabu Tisna Jati’ yang mewariskannya kepada putranya ‘Batara Layah’, diteruskan oleh ‘Karimun Putih’, dan akhirnya kepada ‘Marangga Sakti’ (ayah Rangga Gumilang).
Ketika memerintah kerajaan Panjalu (Negara Soko Galuh), Sanghyang Ratu Permana Dewi mendapat gelar dari rakyatnya yaitu gelar ‘Soko Galuh Panjalu’. Panjalu beasal dari kata ‘jalu’ yang berarti laki-laki, kemudian ditambah awal kata ‘pan’, sehingga maksudnya berubah menjadi bukan laki-laki (melainkan perempuan). Palsafah hidup yang diajarkan oleh Sanghyang Ratu Permana Dewi adalah ‘Mangan Karna Halal, Pake Karna Suci, Tekad Ucap Lampah Sabenere’, yang artinya makan makanan yang halal, berpakaian yang bersih, itikad ucapan perilaku yang benar. Sampai saat ini palsafah tersebut masih dipegang teguh oleh masyarakat Panjalu.

Hasil pernikahan Sanghyang Ratu Permana Dewi dengan Rangga Gumilang melahirkan seorang putra bernama ‘Prabu Sanghyang Lembu Sampulur’, yang meneruskan memerintah kerajaan Panjalu, dan pada akhirnya diserahkan kepada ‘Prabu Sanghyang Cakra Dewa’. Nama Prabu Sanghyang Cakra Dewa, berarti menolak dewa, karena ia menguasai ilmu yang tinggi sehingga kurang percaya dengan adanya dewa ilmu ‘Sunda Wiwitan’ yang diajarkan oleh Prabu Sanghyang Cakra Dewa. Prabu Sanghyang Cakra Dewa, berputra 6 orang yaitu; 

1) Sanghyang Lembu Sampulur,
2) Sanghyang Prabu Boros Ngora,
3) Sanghyang Panji Barani,
4) Ratu Marangprang Kencana Artas Wayang,
5) Ratu Pundut Agung, dan
6) Angga Runtin.

Sanghyang Prabu Boros Ngora (salah seorang putra Sanghyang Prabu Cakra Dewa), dinobatkan menjadi Raja Panjalu, kemudian memindahkan pusat kerajaan Panjalu dari Dayeuh Luhur ke Pasir Jambu, yang saai ini menjadi Nusa Gede di tengah-tengah Situ Lengkong. Dua orang putra dari Prabu Sanghyang Boros Ngora yakni Prabu Haryang Kuning dan Prabu Haryang Kancana, adalah penerus leluhur kerajaan Panjalu berikutnya.

Wangsit Prabu Sanghyang Boros Ngora

Gunung teu beunang dilebur
Lebak teu beuenang diruksak
Larangan teu beunang dirumpak
Buyut teu beunang dirubah
Layar teu beunang dipotong
Pondok teu beunang disambung

Nyaur kudu diukur
Nyablama kudu diunggang
Ulah ngomong sagété-gété
Ulah lémék sadaék-daék
Ulah maling papayungan
Ulah jinah papacangan

Kudu ngadék sacékna, nilas saplasna
Mipit kudu amit ngala kudu menta
Ngeduk cikur kudu mihatur
Nyokel jahé kudu micarék
Ngagedak kudu béwara
Weduk teu kalawan diajuk

Bedas teu kalawan dimomoton
Nu lain kudu dilainkeun
Nu ulah kudu diulahkeun
Nu enya kudu dienyakeun
Ulah cueut kanu beureum
Ulah ponténg kanu koneng

Karana lamun dirempak
Matak burung jadi ratu
Matak édan jadi ménak
Matak pupul pangaweruh
Matak hambar komarana
Matak teu mahi juritna
Matak teu aya perangna
Matak sangar ka nagara

ATLAS KABUPATEN CIAMIS, SEBUAH KARYA BESAR

Sebulan yang lalu sekolah kami menerima sebuah atlas, yang di covernya tertulis judul “ ATLAS KABUPATEN CIAMIS”, lengkap dengan ilustrasi gambar bola dunia, disertai logo kabupaten Ciamis, serta keterangan substansi isi peta, meliputi: data dan lokasi sekolah, data dan lokasi wisata, data dan lokasi industri, data dan lokasi pertambangan, dll. Atlas Kabupaten Ciamis cetakan pertama November 2007 itu disusun oleh dua penyusun muda berbakat yakni Tohirin dan Dadi Ahmad Fauzi, dan diterbitkan oleh CV. Wahana Karya Grafika, terdiri dari 39 halaman.

Sungguh, atlas tersebut merupakan suatu karya yang sangat membanggakan dan cukup monumental bagi Kabupaten Ciamis dalam perjalanannya melakukan berbagai pembenahan dalam rangka membangun daerah sesuai dengan visi dan misi pemerintah Kabupaten Ciamis. Atas diterbitkannya atlas tersebut, saya sebagai warga tatar galuh Ciamis merasa sangat bangga dan sangat terkesan, karena paling tidak sebagai warga Ciamis akan memiliki panduan yang sangat bermanfaat untuk menambah wawasan tentang geografi dan demografi Ciamis. Selain itu, atlas itu pun akan sangat membantu pembaca untuk menemukan petunjuk dan informasi sesuai dengan substansi isi yang disertakannya. Mewakili warga ciamis, saya igin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada tim penggagas, terutama pihak Pemerintah Daerah Kabupaten Ciamis.

Namun di samping kebanggaan itu, tidak salah rasanya jika saya mencoba menyajikan tanggapan tentang atlas tersebut. Paparan tanggapan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mencari-cari kekurangan atau kesalahan, karena jujur saja, bahwa saya pun bukan seorang ahli atau orang yang mengetahui banyak tentang peratlasan atau perpetaan. Paparan ini hanya dimaksudkan sekedar menyampaikan harapan saja, agar pada suatu saat dapat ditemukan “ATLAS KABUPATEN CIAMIS” yang benar-benar akurat dan tepat.

Paparan ini dilatarbelakangi oleh temuan-temuan setelah mencoba membaca dan mencermati atlas tersebut. Informasi utama yang dapat diperoleh dari atlas tersebut, merupakan temuan awal yang mudah dipahami yakni meliputi; (1) data dan lokasi sekolah, (2) data dan lokasi wisata, (3) data dan lokasi industri, serta (4) data dan lokasi pertambangan. Keempat substansi isi itu merupakan informasi umum dari sajian atlas tersebut. Temuan-temuan mengenai aspek isi/materi, penyajian, dan kegrafikaan merupakan hal yang sesungguhnya yang harus tersaji di dalamnya. Bertemali dengan hal itu, berikut ini merupakan hasil temuan yang didasarkan pada ketiga aspek tersebut.

Aspek isi/materi
Dari aspek isi/materi, didapat suatu temuan yang terus terang saja terkesan bahwa atlas tersebut terlihat belum lengkap. Satu contoh, misalnya mengenai informasi ‘data dan lokasi sekolah’. Barangkali yang dimaksud dengan ‘data dan lokasi sekolah’, dalam pandangan awam saya akan menyajikan data sekolah lengkap dengan nama sekolah atau alamat, mulai dari tingkat TK sampai dengan PT, juga dipetakan dalam atlas secara akurat (posisi yang sebenarnya). Namun, ternyata ada temuan yang menunjukkan kekuranglengkapan baik data, juga peta, antara lain:
(1) Data sekolah tingkat SD dan MI hanya ditulis dalam daftar sekolah saja pada bagian halaman/lembar peta tertentu per-kecamatan. Padahal, peta setiap kecamatan tersebut masih terlihat kosong dan masih mungkin untuk menyajikan berbagai informasi dan gambar lainnya. Jadi temuannya, bahwa sekolah tingkat SD/MI tidak dipetakan dalam atlas tersebut. Pemetaan hanya dibatasi mulai dari tingkat SMP/MTs, SMA/MA, dan PT saja. Sebaiknya pemetaan sekolah disajikan secara menyeluruh dari tingkat TK sampai dengan PT, dan dilengkapi dengan keterangan nama atau alamat sekolah. Kemudian secara keseluruhan, atlas tersebut sebenarnya hanya menyajikan pemetaan saja, informasi datanya terkesan sangat kurang. Bahkan ada hal yang sangat penting dan seharusnya disajikan dalam atlas tersebut, ternyata belum lengkap juga. Hal dimaksud adalah informasi data dan peta tentang kantor lembaga/instansi tertentu, misalnya Puskesmas, Polsek, Koramil, atau kantor-kantor layanan masyarakat lainnya, mengingat hal tersebut merupakan aspek penting dalam suatu peta wilayah dan pemerintahan.
(2) Secara keseluruhan, sajian substansi isi atlas sebagaimana tertulis pada halaman jilid (cover), tampaknya terkesan belum terpenuhi. Mengapa demikian? Karena substansi isi yang seharusnya disajikan, meliputi; data dan lokasi sekolah, data dan lokasi wisata, data dan lokasi industri, data dan lokasi pertambangan, masih belum memberikan informasi yang jelas dan lengkap. Padahal, pembaca akan benar-benar berharap memeroleh data tentang substansi isi atlas tersebut, dan menemukan pemetaan setiap lokasi dengan tepat.

Aspek penyajian
Terkait dengan aspek penyajian, mungkin dapat disampaikan bahwa hasil temuan pemetaan wilayah Kabupaten Ciamis tersebut, sebaiknya perlu diperbaiki dengan melibatkan berbagai unsur, lembaga, atau ahli yang berkompeten di bidangnya. Sekalipun pada dasarnya bahwa sebagian besar pembaca adalah kalangan yang awam dan buta tentang atlas, namun tidak ada salahnya apabila aspek penyajian atlas tersebut tetap berupaya untuk menyajikan atlas yang menarik dengan isi dan ilustrasi yang tepat. Alasannya, karena beberapa temuan berikut, antara lain:
(1) Atlas tersebut memetakan wilayah setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Ciamis. Dengan pemetaan setiap kecamatan itu, berarti wilayah yang dipetakan menjadi semakin sempit dan semakin khusus, sehingga ilustrasi peta kecamatan itu pun menjadi lebih luas karena dipetakan dalam satu halaman. Jadi, peta setiap kecamatan yang disajikan terkesan masih kosong dan masih memungkinkan untuk diisi dengan keterangan, gambar, pemetaan lainnya.
(2) Ada kesan yang benar-benar cukup menggangu ketika membaca atlas tersebut, yaitu adanya duplikasi atau penyertaan cetakan peta secara dua kali dengan cara ditempel pada beberapa halaman (peta kecamatan tertentu). Tidak jelas maksudnya, apakah merupakan ralat kesalahan atau dimaksudkan untuk hal lain. Yang jelas, dari aspek sajian hal ini cukup menggangu, dan terkesan menunjukkan bahwa atlas tersebut belum selesai proses editing.

Aspek kegrafikaan
Dari aspek kegrafikaan, tata letak dan ketepatan lokasi yang dipetakan menjadi hal yang sangat penting diperhatikan, karena jika terjadi kesalahan akan mengakibatkan informasi peta itu pun menjadi salah. Memerhatikan hal tersebut, ada beberapa temuan yang terkesan menunjukkan informasi yang salah, di antaranya:
(1) Di peta Kecamatan Cihaurbeuti misalnya, tidak ditemukan peta lokasi SMPN 1 Cihaurbeuti yang berada di wilayah Desa Sukamulya, yang ada adalah SMAN (tidak jelas SMAN apa?). SMAN 1 Cihaurbeuti dipetakan berada di wilayah Desa Cihaurbeuti, padahal SMAN 1 Cihaurbeuti tersebut sebenarnya berlokasi di Desa Pamokolan. Selain itu, ada beberapa penempatan gambar yang salah, misalnya gambar kantor Desa Pamokolan berada di sebelah kanan jalan propinsi, padahal yang sebenarnya kantor desa tersebut berada di sebelah kiri jalan provinsi.
(2) Di peta Kecamatan Panumbangan juga terjadi kesalahan yang sama, misalnya; di wilayah Desa Medanglayang dipetakan ada Pusat Kerajinan Ijuk, padahal selama ini Pusat Kerajinan Ijuk hanya ada di wilayah Desa Panumbangan dan Desa Sukakerta. Contoh lain; SMPN 1 Panumbangan dan SMK Bhakti dipetakan berada di sebelah kanan jalan propinsi, padahal posisi yang sebenarnya kedua sekolah tersebut berada di sebelah kiri jalan. Ditemukan pula kesalahan pemetaan gambar kantor Desa Tanjungmulya, seharusnya berada di sebelah kiri jalan propinsi sebelum SMK Bhakti. Di peta tersebut digambarnya keduanya berada di sebelah kanan jalan, padahal yang sebenarnya berada di sebelah kiri jalan. Lebih tidak dipahami lagi ketika ditemukan di peta, kantor Kecamatan Panumbangan berada jauh dari wilayah Desa Panumbangan. Kantor tersebut dipetakan berada di wilayah Desa Sukakerta, padahal kantor Kecamatan Panumbangan sebenarnya berlokasi di Desa Panumbangan. Di peta wilayah Kecamatan Panumbangan juga tidak ditemukan pemetaan SMPN 2 Panumbangan yang berlokasi di Desa Sindangherang.
(3) Temuan lainnya masih terdapat di peta Kecamatan Panumbangan, yakni pada penggambaran ruas jalan raya (jalan propinsi). Jalan raya propinsi di wilayah Kecamatan Panumbangan membentang dari perbatasan Kecamatan Cihaurbeuti sampai dengan perbatasan Kecamatan Panjalu. Sepanjang ruas jalan raya tersebut, sebenarnya berada di wilayah Kecamatan Panumbangan, namun di peta terkesan terputus di sekitar wilayah Desa Sindangherang, seolah-olah ada sebagian jalan raya tersebut berada di wilayah kecamatan lain.
(4) Di peta wilayah Kecamatan Panjalu, SMPN 1 Panjalu dipetakan berada sebelum kantor Kecamatan Panjalu, padahal seharusnya SMPN 1 Panjalu berlokasi setelah kantor kecamatan tersebut. Sedangkan di peta wilayah Kecamatan Sukamantri, tidak ditemukan pemetaan SMPN 2 Sukamantri yang berlokasi di Desa Sindanglaya.

Beberapa temuan tersebut adalah hasil mencermati dari peta wilayah sebagian kecamatan saja, namun tampaknya dapat dijadikan suatu dasar, dan akan menunjukkan suatu indikasi bahwa pemetaan pada wilayah kecamatan-kecamatan lainnya tidak akan jauh berbeda. Temuan-temuan itulah yang menjadi latar belakang paparan ini, dan sebagai warga tatar galuh Ciamis saya berharap akan terbit lagi “ATLAS KABUPATEN CIAMIS” yang lebih jelas, akurat, dan lengkap. Oleh karena itu, dalam pandangan awam saya barangkali dalam hal menyusun dan menerbitkan sebuah atlas, harus benar-benar didasarkan pada informasi yang lengkap dan sangat perlu melibatkan lembaga/instansi, atau ahli yang berkompeten di bidang pemetaan. Terlepas dari hal itu, “ATLAS KABUPATEN CIAMIS” yang sudah terbit, tetap menjadi karya yang sangat besar.