Sunday, 11 December 2011

Kajian Profiks

Clara Diperkosa Dalam Dunia Fiktif dan Wanita-Wanita yang Diperkosa Dalam Dunia Nyata

Kasus pemerkosaan sepertinya sudah menjadi berita tetap dalam media-media elektronik maupun media cetak. Seolah kasus yang sedang booming itu mendadak menjadi berita yang populer layaknya artis yang sedang naik daun. Pemerkosaan adalah tindakan kejahatan yang kejam dimana seseorang dipaksa untuk melakukan suatu hubungan seksual yang tidak diinginkannya. Pemerkosaan ini bisa dilakukan oleh sesama orang dewasa, orang dewasa terhadap anak-anak, ataupun terhadap sesama jenis. Kebanyakan kasus pemerkosaan tidak dilaporkan karena alasan malu. Akibat pemerkosaan, seseorang dapat mengalami gangguan psikologis yang cukup berat, atau bahkan menyebabkan gangguan kejiwaan.

Selangkangan saya sakit, tapi saya tahu itu akan segera sembuh. Luka hati saya, apakah harus saya bawa sampai mati?

Begitulah jeritan hati Calara dalam cerpen “Clara atau Wanita yang Diperkosa” karya Seno Gumira Adjidarma. Clara, seorang gadis keturunan Cina yang diperkosa rame-rame oleh para pemuda dalam perjalanan pulangnya di daerah jalan tol. Dalam ketakutannya gadis itu melaporkan semua yang telah dialaminya pada pihak yang berwajib, tetapi yang diperolehnya bukanlah perlindungan melainkan kecurigaan dari orang-orang berseragam yang seharusnya memberikan perlindungan itu. Bahkan semua kepedihan yang menimpanya dia redam dalam diam, dalam sorot matanya yang memancarkan kemarahan, pada para pemerkosa itu dan terhadap aparat yang terkesan menganggap lelucon terhadap kejadian yang telah dialaminya. Kasus pemerkosaan yang diadukannya dipandang biasa saja, seolah itu adalah hal lumrah yang layak dialami oleh kerurunan Cina pada waktu itu. Memang pada masa tersebut, keturunan Cina begitu dibenci oleh kaum pribumi, karena dinggap akan menggulingkan pemerintahan yang ada.

Keadaan yang dialami Clara tokoh fiktif dalam cerpen ternyata dialami pula oleh para wanita dalam dunia nyata. Sama halnya dengan Clara, kasus pemerkosaan yang menimpa sebagian wanita itu menimbulkan dampak psikologis yang tidak spele. Perasaan malu, minder, murung, dan ketakutan yang berlebihan merupakan gejala psikologis yang tidak normal yang sudah pasti akan dialami oleh sang korban. Kesulitan dalam menangani hal ini adalah jarang sekali penderita dengan kesadaranya datang ke para ahli. Apalagi stigma yang beredar dimasyarakat bahwa psikiater identik dengan orang sakit jiwa atau gila. Sebagian dari korban pemerkosaan memilih untuk bungkam dan menyimpan semua yang telah dialaminya sendiri, karena merasa malu untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib atau bercerita kepada orang lain, dan biasanya korban seperti ini mengalami gangguan jiwa yang berat. Namun tidak dapat dikatakan beruntung juga bagi sebagian korban pemerkosaan yang mempunyai keberanian untuk melaporkan pada pihak yang berwajib, karena hukum pun tidak sepenuhnya dapat melindungi mereka. Lemahnya hukum terhadap para pelaku pemerkosaan menyebabkan jumlah kasus kejahatan ini terus meningkat serta hukuman yang dijatuhkan terhadap para pelaku tidak membuat jera.

Selama ini, hukum di Indonesia masih bersifat diskriminatif terhadap kaum perempuan, terutama dalam kasus pemerkosaan. Kedudukan korban dalam proses peradilan kasus pemerkosaan hanyalah sebagai saksi korban. Korban merasa dirugikan dan seolah-olah tidak dimanusiakan hanya penting untuk memberikan keterangan tentang apa yang dilakukan pelaku, dan dijadikan barang bukti untuk mendapatkan visum. Dalam proses peradilannya pun yang diperhatikan hanyalah pertanggung jawaban dan sanksi pidana kepada pelaku saja, sedangkan korban tidak mendapat perhatian apapun. Pedahal, perempuan korban perkosaan menanggung beban mental yang lebih berat dibandingkan hukuman bagi pemerkosanya. Korban akan mengalami cacat seumur hidup dan menerima tekanan dari masyarakatnya. Dampak lain menyangkut gangguan emosi sebagai beban psikologis dan berpengaruh secara psikis dan fisik, ketakutan, tak adanya rasa aman, ketidakbahagiaan, merasa terbuang, cacat tubuh, serta kematian. Di samping itu, cemoohan dari masyarakat, perasaan tertekan merasa dirinya telah kotor dan berdosa. Ditambah lagi tekanan-tekanan yang timbul dari proses peradilan baik sebelun sidang, selama sidang, maupun setelah sidang semakin menderitakan korban. Dalam hal ini, peran keluarga, orang-orang terdekat, dan masyarakat sangat berpengaruh untuk memberikan support kepada korban. Dalam kondisinya yang labil, korban perkosaan dapat saja melakukan hal-hal nekat seperti bunuh diri karena tidak mampu mengendalikan emosinya, memang kalau kita bandingkan dengan kasus kejahatan yang lain, misalnya saja dengan kasus perampokan dan pencurian. Untuk kasus perampokan atau pencurian sang korban hanya kehilangan materi saja, yang bisa dicari lagi dengan jalan usaha. Dampak dari kasus tersebut juga tidak akan membuahkan stigma “kotor” dari masyarakat, berbeda dengan korban pemerkosaan, masyarakat memandang negatif dan “kotor” terhadap sang korban. Mereka tidak memerhatikan keadaan korban yang sudah cukup menderita dengan keadaannya tersebut, dan pandangan masayarakat yang negatif itu menambah beban moral dan mental bagi sang korban.

Seperti tokoh Clara yang digambarkana oleh Seno dalam cerpennya yang tidak mendapatkan perlindungan hukum atas kasus pemerkosaan yang terjadi padanya, yang tidak mampu menceritakan kepedihannya sehingga kata-kata yang terucap darinya seperti berhamburan dan perlu disusun untuk memahaminya. Mungkin begitu pedihnya sehingga tidak ada bahasa yang bisa mewakili perasaannya mendeskripsikan semuanya. Begitu juga dengan wanita-wanita yang menjadi korban pemerkosaan dalam dunia nyata, perasaannya lebih dari hancur, bahkan remuk!

Jika tokoh Clara dalam cerpennya Seno hijrah kedunia nyata, mungkin dia tidak akan membiarkan wanita-wanita dalam dunia nyata merasakan hal yang sama dengan dirinya, dia akan menuntut keadilan atas perbuatan keji yang merampas kehormatan seorang perempuan atau Clara akan menjelma menjadi sosok yang akan menuntaskan dendamnya untuk kaum lelaki yang derajatnya lebih rendah daripada seekor binatang, karena dalam cerpen tersebut dekatakan bahwa binatang saja tidak pernah memperkosa!

Di Buat Oleh Nopi Yulianti 
102121034

No comments: